Isi Liburan dengan Magang Mandiri, Begini Kesan Mahasiswa FKM

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Kholifatul Mardiah dan teman-teman ketika berdiskusi dengan penanggung jawab unit upaya kesehatan masyarakat (UKM) Puskesmas Tanah Kalikedinding. (Dok. Pribadi)

UNAIR NEWS – Salah satu kegiatan yang sering dilakukan mahasiswa untuk mengisi waktu liburan adalah dengan melakukan magang. Baik magang mandiri ataupun magang wajib yang merupakan bagian dari kurikulum masing-masing program studi.

Berbeda dengan magang kurikulum, ketika melakukan magang mandiri, mahasiswa harus melakukan semua hal sendiri. Mulai dari mencari dosen pembimbing, melakukan perijinan, hingga pembuatan laporan. Meskipun begitu, tidak sedikit mahasiswa yang tertarik untuk melakukan magang mandiri guna meningkatkan kompetensi mereka.

Salah satunya adalah kelompok magang mandiri mahasiswa S1 kesehatan masyarakat angkatan 2017 yang beranggotakan Kholifatul Mardiah, Anizah Izzi Haibah, Charisma Agustin, Qonita Basyariyah, dan Galuh Mega Kurnia. Kelompok tersebut telah melakukan magang mandiri di Puskesmas Tanah Kalikedinding terhitung selama tiga minggu, sejak 8-21 Januari 2019.

Menurut Kholifatul Mardiah atau yang kerap disapa Kholifah, dalam persiapan magang mandiri tersebut, hal yang paling rumit adalah ketika melakukan perijinan. Terlebih kegiatan magang mandiri tersebut merupakan pengalaman magang pertama mereka.

“Ketika mengurusi perijinan, kita harus bisa memperkirakan kapan surat perijinan dinas kesehatan jadi sehingga bisa dikirimkan ke puskesmas dan kami dapat magang tepat waktu,” ucap Kholfah, ketua kelompok magang.

Salah satu tuntutan menjadi lulusan S1 Kesehatan Masyarakat adalah dapat melakukan perencanaan yang matang dan membuat suatu sistem pelayanan kesehatan yang ideal. Sehingga, setiap harinya masing-masing anggota bertugas di ruangan yang berbeda-beda untuk mengetahui peran masing-masing pegawai.

“Seperti ketika mendapat jadwal tugas di ruang tata usaha dan sekretariat, sebagian besar kita membantu mengolah data yang sifatnya administratif. Sementara ketika di poli, kita membantu tugas yang bisa kami lakukan sekaligus mengamati cara kerja nakes (tenaga kesehatan, Red) di sana atau ikut berkunjung ke posyandu,” jelas Kholifah.

Kesan Masing-masing Anggota

Kholifatul Mardiah

Menurut Kholifah, hal yang paling berkesan adalah ketika dirinya mendapat informasi terkait masalah Tuberkulosis (TB) di Surabaya Timur yang merupakan area yang bisa disebut “kantong TB” di Surabaya.  Sehingga diperlukan penanganan yang melibatkan kerjasamaa lintas sektor, khususnya peran serta masyarakat sekitar.

“Dari situ, aku baru tahu bahwa untuk menangani kasus tesebut di satu RW tidak cukup kader puskesmas saja yang namun diperlukan satuan tugas TB yang diambil langsung dari warga yang bertugas untuk bisa memonitor dan memantau apakah ada warga yang terserang gejala TB,” jelas Kholifah.

Anizah Izzi Haibah

Bagi mahasiswa yang akrab disapa Izzi, magang di puskesmas merupakan salah satu metode belajar yang paling efektif dari sekian banyak metode belajar yang telah dia coba dan lakukan. Terlebih, ketika dirinya dan kelompok mendapati suatu teori yang tidak dapat diterapkan di puskesmas tersebut karena beberapa alasan. Sehingga, mereka harus melakukan kajian untuk mengetahui apakah penerapan tersebut menyalahi aturan atau tidak.

“Tentu hal tersebut membuat pemahaman kami terkait teori yang diajarkan menjadi lebih mantap,” ungkap Izzi.

Charisma Agustin

Sementara itu, bagi Charisma hal yang paling menarik adalah bahwa ketika magang dirinya dapat mengerti bagaimana dinamika yang ada di instansi tersebut. Selain itu, dirinya juga bisa mendapatkan relasi baru dengan para tenaga kerja di sana.

“Pengalaman dan ilmu baru yang tidak didapatkan di bangku perkuliahan berhasil membayar waktu, tenaga, dan pikiran yang telah kami korbankan,” ucap Charisma.

Qonita Basyariah

Menurut Qonita Basyariah, banyak hal baru yang dia dapatkan selama magang. Beberapa di antaranya adalah jenis keuangan yang diterima puskesmas, serta alokasinya untuk apa saja. Kemudian sistem yang diterapkan antara dinas kesehatan dan puskesmas di Surabaya seperti apa.

“Saya juga belajar tentang cara menyusun laporan, mencari data, dan hal yang paling penting adalah saya menjadi tahu bagaimana pekerjaan di suatu puskesmas,” ujar Qonita.

Galuh Mega Kurnia

Dari pengalaman tersebut, Galuh merasa telah mendapat sedikit gambaran terkait sistem di fasilitas kesehatan tingkat pertama yang ada di Surabaya. Serta mengetahui kelebihan, kekurangan, serta efektivitas sistem yang dibuat pemerintah dari sudut pandang nakes. Mengingat, nakes merupakan eksekutor kebijakan sekaligus pihak yang berhubungan dengan masyarakat secara langsung. (*)

“Pengalaman dan ilmu tersebut dapat menjadi bekal untuk kami ketika nantinya kami menjadi pihak yang memiliki wewenang untuk membuat suatu kebijakan terkait pelayanan kesehatan,” ucap Galuh. (*)

Penulis : Galuh Mega Kurnia

Editor  : Binti Q. Masruroh

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).