Selisik Lebih Dalam tentang Layanan Crowdfunding

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi (Sumber: ngomongekonomi.wordpress.com)

UNAIR NEWS – Bisnis masa kini berkembang begitu pesat. Tak ayal, banyak pemuda berbondong-bondong merintis macam-macam usaha. Namun, tak sedikit orang mengaku terkendala secara finansial, terutama masalah modal sebagai langkah memulai bisnis. Hadirnya crowdfunding bisa jadi langkah potensial bagi masyarakat Indonesia.

Crowdfunding merupakan urun dana dari masyarakat untuk membiayai suatu proyek, pinjaman kepada individual/bisnis atau keperluan lain melalui platform berbasis web. Selain urun dana, crowdfunding juga bertujuan mengetahui respon pasar, selera konsumen, memasarkan produk, dan menjadi alat branding pelaku usaha. Crowdfunding dikelompokkan menjadi debt crowdfunding, equity crowdfunding, dan donation crowdfunding.

Niat urun dana dilakukan secara sukarela, pemberi dana bisa dari masyarakat berupa individu bukan dalam bentuk perusahaan, perbankan, lembaga keuangan non perbankan, dan pemerintah. Dengan crowdfunding, masyarakat dibebaskan berkreasi, menciptakan ide-ide brilian untuk menarik dukungan dana dari berbagai situs crowdunding. Saat ini, di Indonesia banyak pilihan situs crowdfunding. Misalnya kitabisa.com, wujudkan.com, ayopeduli.com, gandengtangan.org, dan lain-lain.

Namun tak dapat dipungkiri, tetap ada risiko kegagalan crowdfunding. Baru-baru ini beberapa situs crowdfunding menyatakan akan segera menutup layanan. Alasannya pun beragam, seperti situs tidak memberi data secara akurat, pihak peminjam tidak memenuhi kewajibannya, terjadi penipuan karena ada anonimitas. Sehingga diperlukan payung hukum sebagai langkah antisipasi kegagalan.

Hukum dan Kecanggihan Perubahan Bisnis

Selaras dengan laju perubahan bisnis yang sangat cepat, Guru Besar Fakultas Hukum UNAIR Prof. Moch. Isnaeni, S.H.,MS., mengatakan tidak ada kegiatan bisnis tanpa bingkai hukum. Hukum terbukti mampu mengimbangi segala perubahan yang terjadi. Melalui kontraktual, kegiatan bisnis dapat dilakukan secara tertib. Terlebih pendanaan dengan situs crowdfunding memiliki potensi risiko terjadi penipuan.

“Kuncinya ada pada asas kebebasan berkontrak. Kebebasan berkontrak menjadi syarat utama menangani arus bisnis yang terus berubah,” lanjutnya.

Prof. Isnaeni menyebutkan, asas kebebasan berkontrak tercantum dalam Pasal 1338 BW, berisi kebebasan membuat perjanjian dengan siapa saja dan tentang apa saja asal tidak melanggar hukum. Regulasi yang ditetapkan harus disepakati oleh kedua belah pihak dan bersifat mengikat. Apabila salah satu pihak tidak mematuhi perjanjian, maka pihak yang dirugikan dapat menuntut ganti rugi.

“Di Indonesia, aspek kontraktual crowdfunding marak diperbincangkan belakangan ini. Masyarakat terlihat mulai kritis menanggapi isu gagalnya situs crowdfunding,” urai Prof. Isnaeni.

Ia berharap, masyarakat selalu mengandalkan hukum dalam memulai kegiatan bisnis, tak terkecuali crowdfunding. Kontrak berupa perjanjian menjadi salah satu poin penting dalam upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat. (*)

Penulis: Tunjung Senja Widuri

Editor: Binti Q. Masruroh

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).