Tantangan Penegakan HAM di Sektor Agraria

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh vice com
Ilustrasi oleh vice com

UNAIR NEWS – Persoalan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia rupanya masih menyisakan sejumlah catatan. Berada di negara demokrasi tak serta merta membuat kasus-kasus pelanggaran HAM tuntas terselesaikan. Meski telah dijamin dalam Undang-Undang, hingga kini, penegakan HAM di Indonesia masih memiliki sejumlah tantangan. Tak hanya marak terjadi pelanggaran hak pribadi, kasus pelanggaran HAM di Indonesia mulai merembet pada sektor agraria.

Dilansir dari situs resmi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), konflik agraria menjadi salah satu tantangan penegakan HAM yang cukup serius di tahun ini. Banyak terjadi kasus sengketa yang berkembang menjadi konflik agraria. Hal tersebut dipicu oleh adanya perbedaan dasar hukum yang digunakan untuk klaim atas kepemilikan tanah.

Salah satu karakter dari fenomena konflik agraria di Indonesia adalah keterlibatan negara akan tidak diakuinya penguasaan dan penggarapan tanah oleh masyarakat di atas tanah-tanah yang kemudian diserahkan penguasaannya ke pihak lain.

Komnas HAM mencatat bahwa sengketa tersebutseringkali diikuti dengan kriminalisasi orang-orang atau kelompok masyarakat yang berusaha mempertahankan atau mengambil kembali hak-haknya. Sayangnya,mekanisme dan prosedur hukum yang biasa digunakan untuk penyelesaian sengketa pada saat ini tidak berjalan efektif.

Mekanisme yang dimaksud ialah melalui penyelesaian administratif di lembaga-lembaga kementerian yang memiliki kewenanangan menerbitkan hak atas tanah, peradilan perdata, dan Peradilan Tata Usaha Negara. Akibatnya, banyak proyek strategis nasional yang diduga menyebabkanhilangnya hak dan ruang hidup masyarakat setempat.

Menyoroti kasus  tersebut, dosen Fakultas Hukum UNAIR, Iman Prihandono, S.H., M.H., LL.M., Ph.D., memberikan tanggapannya.

Iman mengatakan saat ini indeks demokrasi Indonesia mengalami banyak perbaikan di banding tahun sebelumnya. Namun hal tersebut tidak berbanding lurus dengan kebebasan berkumpul dan menyampaikan pendapat yang masih mengalami permasalahan.

“Demikian juga meski indeks pembangunan manusia mengalami perbaikan, ketimpangan sosial masih terjadi. Misalnya alokasi tanah yang penting untuk hajat hidup orang banyak dikuasai oleh sedikit kelompok pelaku usaha,” sebut Iman.

Ia melanjutkan, di bidang infrastruktur, pemerintah berusaha membangun banyak jalan, bendungan, pelabuhan,dan bandara untuk mempermudah aksesibilitas moda transportasi.

“Namun seringkali pembangunan ini bertabrakan dengan kepentingan masyarakat sekitar, seperti yangterjadi di Seko dan Kulonprogo,” tutur laki-laki yang menyelesaikan studi S3 di Macquaire University tersebut.

Ditambah lagi, hak ekonomi seperti hak untuk mendapatkan penghasilan yang layak juga masih bermasalah. Impor bahan pangan seperti beras, gula, garam dan daging dapat semakin memperburuk kesejahteraan petani.

Iman menilai, pemerintah semestinya dapat lebih mendengarkan kebutuhan masyarakat. Menurutnya, pembangunan ekonomi dan infrastruktur memang penting, namun hal tersebut tidak boleh mengesampingkan hak-hak yang sudah dijamin oleh konstitusidan undang-undang.

“Tentu tidak ada gunanya bila Ease of Doing Business (EoDB) Indonesia meningkat, namun kesejahteraan petani dan buruh menurun akibat berkurangnya lahan pertanian dan rendahnya upah pekerja,” tandasnya.

Oleh sebab itu, penegakan hukum di Indonesia perlu diperbaiki. Sebab, lembaga peradilan yang bersih dan independen merupakan syarat utama terbentuknya rule of law, yaitu keadaan di mana hukum dihormati dan berlaku sama bagi semua orang.

Penulis: Zanna Afia Deswari

Editor: Nuri Hermawan

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).