Pakar UNAIR Sampaikan Pentingnya Membangun Daya Saing Generasi Muda

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Guru Besar FEB UNAIR Prof. Badri Munir Sukoco, Ph.D., saat menyampaikan materi. (Foto: Agus Irwanto)
Guru Besar FEB UNAIR Prof. Badri Munir Sukoco, Ph.D., saat menyampaikan materi. (Foto: Agus Irwanto)

UNAIR NEWS – Pendidikan vokasi merupakan salah satu tulang punggung dalam mencetak sumber daya manusia terampil dan berkualitas yang sangat dibutuhkan dunia industri. Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi tengah gencar merancang berbagai kebijakan revitalisasi pendidikan vokasi untuk menyelaraskan kurikulum pendidikan vokasi agar sesuai dengan kebutuhan industri dan tantangan Revolusi Industri 4.0. Pendidikan Vokasi diharapkan mampu menghasilkan lulusan yang memiliki berbagai sertifikat kompetensi.

Diskusi yang bertajuk “Menyiapkan Perguruan Tinggi untuk Melihat Tantangan dan Peluang di Era Disruption” digelar di Lounge PT Jawa Pos Koran, Gedung Graha Pena, Surabaya, pada Rabu (19/12). Acara tersebut dihadiri oleh Dirjen Kelembagaan Iptek dan Dikti. Turut hadir pula Prof. Badri Munir Sukoco, SE., MBA., Ph.D., Ketua Badan Perencana dan Pengembangan UNAIR, Djwantoro Hardjito Rektor Universitas Kristen Petra, dan Akhyari Hananto Founder GNFI & SEASIA, dengan moderator Suko Widodo dari Universitas Airlangga.

Dalam kesempatan itu Prof. Badri menuturkan membangun daya saing generasi muda Indonesia merupakan hal yang sangat penting. Saat ini, nilai IPK saja tidak cukup untuk modal para mahasiswa. Dalam dunia kerja, persaingan untuk mendapatkan pekerjaan sangat ketat. Mahasiswa perlu dibekali kreativitas guna menciptakan ekonomi baru yang bisa diberikan melalui pendidikan vokasi.

“Nilai IPK saja tidak cukup untuk bersaing mendapatkan pekerjaan, melainkan perlu adanya kreativitas untuk menciptakan ekonomi baru,” ucapnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Kelembagaan Iptek dan Dikti Kemenristekdikti, Dr. Ir. Patdono Suwignjo, M.Eng.Sc., mengatakan bahwa pendidikan vokasi di Indonesia memiliki tiga tantangan yang harus diselesaikan. Pertama yaitu ‘Mindset’ masyarakat yang belum menempatkan pendidikan vokasi sebagai prioritas utama dalam melanjutkan pendidikan. Kedua yaitu belum optimalnya keterlibatan dunia industri dalam pengembangan pendidikan vokasi. Ketiga, perguruan tinggi swasta belum mau membuat politeknik, sehingga jumlah pendidikan vokasi masih terbatas dan didominasi dari perguruan tinggi negeri.
“Selama ini para orang tua lebih memilih menyekolahkan anaknya ke universitas dibanding politeknik,” tambahnya.

Patdono menyampaikan diperlukan kesadaran masyarakat agar mau sekolah vokasi. Selain itu, untuk menambah minat masyarakat perlu diupayakan agar politeknik menjadi pilihan yang menarik.

Pendidikan vokasi diyakini dapat meningkatkan daya saing masyarakat Indonesia di dunia kerja. Jika pendidikan di universitas melahirkan akademisi berijazah, maka pendidikan vokasi melahirkan tenaga terampil bersertifikat yang sudah tentu juga memiliki ijazah. Hal inilah yang menjadi nilai tambah yang dibutuhkan oleh industri.

“Pendidikan vokasi seperti politeknik tidak hanya memberikan ijazah karena ijazah kurang laku untuk digunakan melamar pekerjaan di industri, (sedangkan) yang laku adalah sertifikat kompetensi yang dikeluarkan dari lembaga kredibel”, tutupnya.

Penulis: M. Najib Rahman

Editor: Feri Fenoria

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).