Budaya Titip Absen, antara Solidaritas dan Moralitas

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ruang Mahasiswa
Ilustrasi oleh Ruang Mahasiswa

Mahasiswa, mahanya para siswa. Insan yang lebih dewasa dan dianggap mampu untuk bertahan akan sulitnya kehidupan di masa mendatang. Karena dunia mahasiswa dan dunia siswa sendirir sudah berbeda. Dunia mahasiswa lebih akrab dengan dunia organisasi dibandingkan dunia siswa. Padatnya jadwal kuliah dan keorganisasian terkadang menjadikan mahasiswa kebingungan untuk mengatur jadwal mereka, apalagi mahasiswa baru yang notabene di penuhi dengan mahasiswa yang ingusan.

Berbicara mengenai budaya titip absen di kalangan mahasiswa sudah bukan hal yang baru lagi untuk dibicarakan. Akan tetapi kesadaran moralitas tetaplah hal unik untuk dibicarakan, karena berkaitan dengan kepribadian individu seorang mahasiswa. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk (Bertens, 2002:7). Anehnya terkadang dua hal yang ada dalam satu jiwa saling berseberangan. Seperti moralitas dan solidaritas yang kedua duanya merupakan sifat yang diperlukan untuk menjadi mahasiswa yang unggul, baik dalam perkuliahan maupun keorganisasian.

Sebenarnya titip absen dapat digolongkan sebagai budaya dalam mahasiswa. Yang namanya budaya pastilah sesuatu yang bersifat turun temurun. Dalam artian sudah dilakukan oleh mahasiswa sebelumnya. Atau dapat juga dikatakan sebagai kebiasaan. Kebiasaan yang buruk yang semestinya harus ditinggalkan. Karena secara tidak langsung, titip absen telah mengikis kesadaran mahasiswa. Perilaku bermoral yang semestinya sudah menjadi dasar moral yang penting untuk menunjang kehidupan mereka di masa mendatang terkikis dengan adanya kebiasaan-kebiasaan buruk yang dianggap sepele seperti titip absen.

Kenapa moralitas dan solidaritas ? Menggunakan kata solidaritas untuk mencapai sebuah tujuan adalah hal yang baik. Akan tetapi, titip absen dengan mendasarkan solidaritas adalah hal yang bisa dibilang salah karena mengesampingkan moralitas. Keduanya menjadi berseberangan apabila digabungkan dalam satu situasi misalnya titip absen. “Katanya mahasiswa yang bermoral kok malah titip absen ?” atau “Katanya mahasiswa solidaritas, titip absen saja tidak mau ?”  Kedua hal tersebut masih saja menjadi pertanyaan bagi saya sendiri. Ibarat kata, maju kena mundur juga kena. Titip absen salah, akan tetapi kalau ada teman yang mau titip absen kita menolak juga tidak enak.

Sebagai mahasiswa yang bijak, tentunya kamu harus memilih untuk tidak melakukan titip absen. Lebih baik izin kepada pihak yang berwenang agar tetap bisa melakukan ujian semester. Mengapa demikian ? Karena setinggi tingginya sokidaritas, bila tanpa moralitas tidak akan berguna.  Solidaritas menunjukkan pada suatu keadaan antar individu dan atau kelompok yang didasarkan perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama, yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama (Paul Johnson 1980:181).

Kebanyakan mahasiswa lebih mengedepankan solidaritas dibandingkan moralitas. Hanya mahasiswa yang dianggap pengecut yang mengedepankan moralitas. Di sinilah pentingnya kesardaran mahasiswa dibutuhkan. Sudah sepatutnya mahasiswa Indonesia sadar akan pentingnya moralitas menjadi dasar bagi solidaritas. Seperti kutipan terkenal dari Albert Einstein “ilmu tanpa agama buta, agama tanpa ilmu lumpuh”.

Mungkinkah budaya titip absen di Indonesia akan terus berlanjut ? Dengan kesadaran pendidikan yang sedemikian rupa ? Entah yang terjadi di luar negeri dengan kesadaran pendidikan yang tentunya jauh lebih tinggi di atas Indonesia, khususnya di negara-negara maju. Seperti Jepang, Amerika, dan Rusia. Kenapa Indonesia bisa begini dan bisa begitu ? Kembali lagi pada pribadi masing-masing, mau jadi apa Indonesia di masa mendatang wahai mahasiswa ?

Berita Terkait

Gigih Fikrillah Syaban

Gigih Fikrillah Syaban

Mahasiswa Kedokteran Hewan PSDKU Universitas Airlangga Banyuwangi Angkatan 2018