Memaknai Gaung Sumpah Pemuda

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Tribunnews
Ilustrasi oleh Tribunnews

Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.

Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.

Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.

 

Sebagai warga negara Indonesia tentunya kita tidak asing dengan kutipan tersebut, terlebih untuk para kaum muda. Ikrar yang sejak masa sekolah telah dikenalkan melalui pendidikan sejarah ini tentunya sangat melakat di kenangan kolektif kita bahkan dapat diingat diluar kepala. Ya, inilah Ikrar Sumpah Pemuda

Memasuki penghujung bulan Oktober rasanya tak asing dengan atmosfer semangat pemuda, dimana hal ini dipengaruhi oleh adanya hari nasional yang diperingati setiap tahunnya yang bertajuk Hari Sumpah Pemuda persisnya tanggal 28 Oktober. Sudah 90 tahun berlalu sejak tercetusnya ikrar tersebut  hingga dengan hari ini banyak diselenggarakan berbagai perayaan dan hiruk pikuk mewarnai hari yang dianggap sebagai tonggak dari bangkitnya kaum pemuda ini.

Ditetapkannya tanggal tersebut sebagai hari Nasional yang identik dengan gelora kaum muda yakni melalui Keppres No. 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959. Dipilihnya tanggal 28 Oktober sendiri mengacu kepada hasil kongres pemuda II yang diselenggarakan selama 2 hari yakni pada tanggal 27-28 Oktober 1928 di Batavia (Jakarta).

Menilisik lebih jauh kebelakang tentang latar belakang tercetusnya Ikrar Sumpah Pemuda tersebut sejatinya tidak dapat dipisahkan dari peran pemuda pada masa itu untuk turut andil dalam Pergerakan Nasional guna membebaskan bangsa dari belenggu penjajahan. Lalu bagaimana dengan peran pemuda saat ini ketika Indonesia sudah tak lagi dijajah oleh bangsa asing?

Momen Pemuda Bersatu

Seperti yang kita tahu, bahwa akar dari tercetusnya ikrar sumpah pemuda tak lain adalah dari adanya semangat persatuan yang sedang diagungkan oleh pemuda di seluruh Indonesia. Bahwa perjuangan melawan penjajahan haruslah dengan kekuatan dan persatuan seluruh rakyat Indonesia, yang dengan ini diawali oleh para pemuda.

Melalui persatuan pemuda yang terhimpun dalam Indische Vereeniging atau himpunan mahasiswa Hindia yang bersekolah di Belanda para pemuda ini memulai pergerakannya. Perhimpunan ini banyak mengalami dinamika dalam perjuangannya. Seperti hal nya pergantian nama dari Indische Vereeniging manjadi Indonesische Vereeniging yang artinya turut mengubah arah perjuangan himpunan ini yang awalnya bersifat sosial kemudian berorientasi pada politik sebagai bentuk nyata perlawanan pemuda untuk segera mewujudkan cita-cita bangsa yang merdeka. Dari pergantian nama tersebut yang pada akhirnya dipertegas lagi menjadi Himpunan Indonesia kita dapat melihat bagaimana keberanian pemuda pada masa itu lewat pemikiran politiknya untuk mewujudkan Indonesia yang merdeka.

Dengan tercetusnya sumpah pemuda yang merupakan puncak dari persatuan pemuda seluruh Indonesia menandai runtuhnya pagar-pagar identitas kedaerahan seperti “Sumatera” atau “Jawa” atau “Manado”. Dengan meleburnya semua pemuda dari berbagai daerah yang berpegang teguh pada ikrar sumpah pemuda ini lah yang kemudian menggelorakan semangat untuk segera mewujudkan Indonesia yang merdeka.

Pemuda: Lain dulu lain sekarang

Menggaungkan romantisme boleh-boleh saja, sekadar menggali pemikiran maupun menengok semangat pemuda masa lalu. Kondisi antara masa lalu dengan masa kini tentu berbeda, entah dari segi waktu maupun dalam semangat zaman.  Seorang singa podium yang sekaligus salah satu pendiri bangsa, Bung Karno mengatakan, “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.” Melawan bangsa sendiri lebih sulit karena kesamaan hidung, warna kulit, ataupun ras, etnis, dan agama hingga tempat lahirnya pun sama (Indonesia). Bennedict Anderson, melihat bahwa pemuda mengalami dekandensi yang kini identik dengan istilah remaja.

Indonesia yang saat ini memasuki tahun-tahun politik, sangat rentan mengalami konflik yang terjadi di dalam negeri. Perpecahan dapat timbul dari perbedaan pikiran maupun pandangan politik yang kemudian melahirkan berbagai koalisi. Selain itu wacana intoleransi dapat menjadi boomerang menjelang pesta demokrasi 2019. Isu prahara politik yang berhembus, baik dilakukan oleh individu maupun kelompok tentu dapat menggiring opini masyarakat. Saling serang antar pendukung parpol maupun berkembangnya isu hoax sudah lazim menjadi pemanis akhir-akhir ini.

Wacana dibalik pesta demokrasi yang membawa isu prahara politik haruslah mendapat pengawalan ketat dari para kalangan pemuda dari berbagai elemen seperti kalangan akademisi maupun para golongan pekerja muda. Selain membawa semangat agen perubahan, tuntuta untuk mengawal perjalanan bangsa juga tak kalah penting. Salah satu cara untuk menghilangkan identitas bangsa adalah dengan mematikan pemudanya, entah dari cara berfikir ataupun menjauhkannya dari sejarah bangsa. Dengan demikian selain mewarisi gelora semangat sumpah pemuda yang digaungkan sejak 90 tahun lalu, pemuda harus mewarisi karakter bangsa dan menjadi pengawal bangsa dalam menentukan masa depan bangsa Indonesia. Pemuda yang bertumpah darah satu, berbangsa satu dan berbahasa satu.

Berita Terkait

Dian Handayani

Dian Handayani

Mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Airlangga