Sebab Sastra Tak Sekadar Bercerita

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi menulis karya sastra. (Sumber: tribunnews.com)

UNAIR NEWS – Sastra memang selalu menjadi topik yang menarik untuk dibahas dan dikaji. Mengupas persoalan sastra seolah tiada habisnya. Mulai dari unsur intrinsik hingga ekstrinsik karya. Sastra yang bersifat universal, tak hanya menjadi milik sebagian orang. Sebab, bersastra atau bercerita dibutuhkan oleh semua orang dari berbagai lintas bidang dan latar belakang.

Secara kodrati, manusia adalah makhluk bersastra. Manusia selalu membutuhkan piranti dan teman untuk mengungkapkan apa yang ada di kepala dan lubuk hatinya.

Setiap manusia berhak untuk berkarya, termasuk menulis sastra. Untuk menghasilkan karya sastra yang baik, terdapat poin-poin yang harus diperhatikan dan dipenuhi oleh seorang penulis. Guru besar Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (UNAIR) Prof., Dr., Drs., Ida Bagus Putera Manuaba, M.Hum menyebutkan, ada dua hal utama yang perlu diperhatikan saat menulis sastra.

“Yang pertama adalah memunculkan ide dalam sebuah tulisan. Sesorang harus peka terhadap apa saja, lingkungan, masalah sosial yang ada di sekitar dan kehidupan. Untuk menjadi seorang pengarang itu harus care,” sebutnya.

Menurutnya, untuk memperoleh ide menulis, seseorang harus perhatian pada apa yang menjadi masalah. Kepekaan penulis terhadap problem di sekitar, akan membuatnya kian mudah menangkap ide yang kemudian disulap dalam bentuk narasi fiksi.

“Karena pada dasarnya, pengarang itu adalah manusia budaya, manusia yang berpikir, berpikir tentang masyarakatnya. Jika ada masalah, maka dia berpikir tentang solusi,” imbuhnya.

Kedua, adalah keterampilan menulis. Keterampilan menulis bukan sekadar bakat alamiah. Keterampilan menulis perlu diasah. Siapapun akan mahir menulis jika terus berlatih.

“Selain itu, penulis perlu banyak membaca. Semakin banyak membaca makin ia akan makin terinspirasi untuk menulis. Tahu konversi bahasa puisi, prosa, tahu cara menarasikan supaya karyanya memenuhi syarat sebagai sebuah karya sastra,” terang Prof. Putera.

Kriteria Karya Sastra Bermutu

Menurut Prof. Putera, suatu karya sastra dikatakan bermutu jika karya tersebut merupakan satu keutuhan, koheren, dapat dilihat dari segi estetik dan ekstra estetik.

“Misal estetik itu bagaimana cara menulis, keindahan bahasa, kepaduan bahasa, persoalan bahasa, penggunaan analogi. Sedangkan ekstra esetetik berkaitan dengan konten yang diceritakan. Apakah karya tersebut merupakan imajinasi semata atau terlahir dari sebuah pengamatan, pengalaman, berisi perenungan yang bermanfaat bagi masyarakat,” jelasnya.

Kehadiran karya sastra memiliki keterkaitan erat dengan masyarakat. Lebih lanjut, Prof. Putera mengatakan, sebuah karya sastra yang baik harus dapat memberi kontribusi kepada masyarakat, meskipun kontribusi itu tidak dirasakan secara frontal.

“Semisal karya Pram, yang membuat fenomenal dan selalu menarik untuk dibaca, karena dia menulis tidak sekadar menulis. Karya yang lahir sebagai respon dari masyarakatnya. Terlahir dari suatu kausal. Wujudnya memang berupa karya sastra, tapi ia bicara tentang satu kondisi negara di masa itu dengan semangat humanisnya. Sebab pada masa itu di masyarakat banyak terjadi pendegradasian kemanusiaan. Itu yang membuat karyanya hidup sekali,” pungkasnya. (*)

Penulis : Zanna Afia Deswari

Editor: Binti Q. Masruroh

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).