Dollar Capai 15.000 Masih Amankah di Indonesia?

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Dollar
Ilustrasi oleh AkuratNews.com

UNAIR NEWS – Perekonomian Indonesia memiliki fondasi dan struktur yang kuat dan memiliki investment grade yang sangat andal (Moody’s Baa2, JCR BBB+, dan R&I BBB). Sampai akhir 2017, Indonesia merupakan perekonomian terbesar ke-15 di dunia, tentunya yang paling stabil di antara ekonomi G20, ekonomi ketiga dengan pertumbuhan tertinggi dalam kelompok G20, dan negara ketiga dengan kondisi keuangan yang lebih sehat antara negara G20.

Miguel Angel Esquivias P, berpendapat, nilai tukar sekitar 15,000 adalah tingkat baru yang normal apabila diamati kondisi global. Dengan volatilitas dan uncertainty seperti saat ini, alternatif sentral bank Indonesia tidak banyak, selain meningkat suku bunga untuk menahan investasi dalam negeri, dan mencari investor baru.

“Terdapat efek negatif yang lebih dominan karena langsung, dibandingkan dengan efek positif yang perlu waktu untuk bisa dirasakan. Karena harga barang impor, terutama untuk barang yang memang dibutuhkan dan tidak / belum disediakan dalam negeri,” tandas Miguel Dosen FEB UNAIR saat ditemui UNAIR NEWS pada Jumat (12/10).

Ia menambahkan, efek  negatif akan diperluas untuk impor yang disubsidi oleh pemerintah. Efek yang cukup berat juga muncul ketika utang luar negeri perusahaan atau pemerintah didenominasi dalam mata uang asing. Sedangkan efek positif dapat membantu ekonomi dengan meningkatkan ekspor, menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan, dan dapat membantu untuk kontrol inflasi.

“Semakin tinggi volatilitas, semakin tinggi risiko dari instrument. Suku bunga akan mengalami tekanan untuk meningkat karena pasar perlu mengkompensasi investor yang mengambil risiko yang lebih besar. Tingkat bunga yang tinggi memperlambat investasi, memberikan tekanan kepada consumer dan produser tentang prospek ke depan, yang bisa menyebabkan perlambatan dalam aktivitas ekonomi,” tegas Miguel kelahiran Amerika Latin.

Volatilitas bisa menyebabkan investment flow ke luar negeri kepada pasar yang lebih aman, dan dapat menyebabkan inestabilitas dalam sistem keuangan dalam negeri.

Miguel memberikan solusi yang sering dicari sentral bank yaitu, menunjukan keseriusan dan ketegasan untuk intervensi dalam pasar ketika terjadi sebuah tekanan di luar fundamental. Bank Sentral telah mengeluarkan beberapa instrument untuk mengurangi capital outflows, instrument untuk menjamin utang luar negeri dalam mata uang asing, instrument untuk menukar devisa dari exporter ke mata uang Rupiah.

Selanjutnya, ia juga menambahkan bahwa terdapat upaya untuk mengurangi impor. Misalnya melalui import tax-, namun kebijakan tersebut kalau tidak diteliti dengan baik bisa merugikan dari pada membantu. Memang pemerintah sudah memiliki sebuah kebijakan campuran  baik dari sisi moneter dan fiskal. Namun, dalam kasus seperti ini belum tentu pasar akan reaksi sesuai dengan harapan pemerintah.

“Walaupun tingkat inflasi saat ini cukup sehat, perlu ditahan upaya-upaya yang dapat mendorong kenaikan harga karena itu bisa menyebabkan kehilangan nilai mata uang Rupiah secara ril yang lebih tajam,” tegasnya.

Tentunya, masyarakat, dunia bisnis, dan akademisi harus dengan kritis tetapi tanpa panik. Perlu menciptakan suasana yang positif, mempercepat proses penyesuaian melalui fokus ekspor dan memperkuat urusan perekonomian domestik.

 

Penulis : Rolista Dwi Oktavia

Editor: Nuri Hermawan

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).