Kembar Siam, Siapa Mereka?

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Kembar Siam
Ilustrasi oleh Tribun Bali

UNAIR NEWS – Setiap ada kelahiran bayi kembar siam selalu menjadi kabar yang menarik perhatian masyarakat dan media massa. Tentu ini sesuatu hal yang wajar mengingat keberadaan bayi kembar siam selalu menggugah rasa ingin tahu dan menyentuh rasa kemanusiaan. Kasus ini menyangkut banyak dimensi mulai dari sisi medis, dana, etika-moral, agama, budaya, hingga psikososial.

Dari sisi medis, Ketua Pusat Pelayanan Kembar Siam Terpadu (PPKST) RSUD Dr. Soetomo-FK UNAIR Agus Harianto,dr,SpA(K)., menjelaskan sebenarnya mereka adalah bayi kembar seperti pada umumnya, hanya saja terjadi ketidaknormalan pada wujud fisiknya, sehingga mereka disebut kembar siam.

Sebagian anggota dan organ tubuh mereka saling menempel dan terhubung antara satu dengan yang  lain.  Kelainan bawaan ini terjadi karena sel telur yang sudah dibuahi (zigot) dari bayi kembar identik gagal terpisah secara sempurna.

Sedang kata “siam” dipakai sebagai istilah yang mengacu kepada pasangan kembar dempet badan terkenal Chang dan Eng Bunker (1811-1874), yang lahir di Siam (sekarang Thailand). Kasus kembar siam tertua yang tercatat adalah Mary dan Eliza Chulkhurst dari Inggris yang lahir pada tahun 1100-an.

Kembar siam merupakan kembar monozygotic, monochorionic dengan kromosom yang identik. Pada umumnya kembar siam itu berbeda ukuran tubuh, perilaku, dan kepribadiannya. Kelainan kembar siam sangat bervariasi, dari yang relatif sederhana hingga yang sangat kompleks.

Kembar siam terbilang kejadian langka. Secara statistik, angka kejadian kasus kembar siam diperkirakan terjadi antara 1:50.000 sampai 1:200.000 bayi lahir hidup. Jadi, jika Indonesia berpenduduk 200 juta, maka ada peluang 1.000 kasus kembar siam, atau bahkan lebih dari itu.

Kembar siam kebanyakan berjenis kelamin perempuan. Dibanding laki-laki dengan rasio perbandingannyaadalah 3:1. Kejadian tertinggi terdapat di kawasan  Afrika dan Asia Tenggara. Di Indonesia angka kejadiannya dari tahun ke tahun cenderung meningkat.

“Pada beberapa kasus, bayi kembar siam meninggal saat masih berada di dalam rahim atau sesaat setelah dilahirkan. Yang lahir hidup hanya sekitar 40 persen. Dari bayi yang lahir hidup, 75 persen meninggal pada hari-hari pertama dan hanya 25 persen yang bertahan hidup,” jelasnya.

Itu pun seringkali disertai dengan kelainan bawaan dalam tubuhnya (incomplete conjoined twins), baik organ pada bagian ekstoderm, (kulit, hidung dan telinga), mesoderm (otot, tulang dan saraf), maupun bagian indoderm (hati, jantung, paru, dan otak).

Bayi bisa terlahir kembar karena sel telur yang sudah dibuahi berpisah dan berkembang menjadi dua individu. Proses pembelahan sebuah sel telur menjadi dua biasanya terjadi pada delapan hingga 12 hari setelah sel telur bertemu sperma.

“Jika pembelahan terjadi melebihi jangka waktu ini, pembelahan cenderung terhenti sebelum proses selesai dengan sempurna, maka terjadilah kembar siam,”ungkapnya.

Teori lain menyebut bahwa kembar siam terjadi karena dua embrio yang awalnya terpisah, kembali menempel dan menyatu selama masa kehamilan.

Secara garis besar, kembar dibagi menjadi dua jenis. Monozigot, kembar yang berasal dari satu telur dan dizigot kembar yang berasal dari dua telur. Dari seluruh jumlah kelahiran kembar, sepertiganya adalah monozigot.

Kembar dizigot berarti dua telur matang dalam waktu bersamaan, lalu dibuahi oleh sperma. Akibatnya, kedua sel telur itu mengalami pembuahan dalam waktu bersamaan. Sedangkan kembar monozigot berarti satu telur yang dibuahi sperma, lalu membelah dua. Masa pembelahan inilah yang akan berpengaruh pada kondisi bayi kelak.

Naskah: Sefya H Istighfaricha

Editor: Nuri Hermawan

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).