Piramida Warna Part II

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi id.aliexpress.com
Ilustrasi id.aliexpress.com

UNAIR NEWS – Telah lama aku menunggu suratmu. Menunggu ceritamu dari tempat barumu. Sampai hari terjauh ini, berapa banyak teman barumu ? Apakah mereka ada yang sok sepertiku ? Atau kau juga merasakan hari yang sebaliknya, menjengkelkan dan penuh dengan kebosanan.

Jika kita masih bisa bercakap-cakap, kupaksakan ini adalah kelanjutan dari Piramida Warna, sebongkah fiksi persahabatan dua kawan yang tak harus dipisahkan oleh ruang waktu yang tetap akan didesak dalam lakon-lokonnya yang tak boleh terputus.

Kau ingat gang sempit itu.

“Hei.. kita kesasar. Kemana ini ?” ujarmu dulu.

Buta arah, tak ada peta, berat bertanya, dan motor kita pacu berputar tanpa panduan yang pasti.

“Kemana ini ?” tanyamu lagi.

Hanya menggelengkan saja, keyakinankupun penuh buntu. Dan dipercabangan jalan kita bersilang suara hendak kemana.

“Firasatku, kesana !” kau menunjuk jalan ke arah Mall besar.

“Kayaknya kesana deh.”

Sepertinya memang ketersesatan ini membuat kita menghabiskan banyak waktu dalam perasaan cemas-cemas acuh. Dan terus kini, sebab putus asanya, kupersilahkan kamu sebagai pengemudinya.

“Kayakke aku pernah kenal tempat ini deh” ujarmu di depan.

“Kemana ?”

“Sebentar..”

Kita menepi, dan kuputuskan untuk tanya kepada seorang penjual pinggir jalan. Walhasil sedikit kecewa, ternyata kita kesasar begitu jauh, pedagang itu hanya bisa mengarahkan sepanjang jalan yang diingatnya saja.

Laju kendaraan terus kau jalankan, dan rambu-rambu jalan yang minim membawa ketersesatan ini kian panjang.

“Kata Ibu tadi, dari lampu merah belok ke kanan. Kog ini belok kekanan mentok gang buntu ya ?” sambil tepok jidat.

Baiklah, aku bolehkan tersenyum susah. Akhirnya ku telepon salah seorang teman untuk menjemput kita. Sebelumnya, lagi aku turun bertanya alamat tempat kita kesasar.

“Tuuttt…tuuttt…tuuutt”

Bunyi deringnya terengar lagu nyaring, namun tidak diangkat lama. Oh, sungguh takdir. Sepertinya temanku ini sedang tidak bersama ponselnya.

“Gimana ?”

“Es..degan saja, dulu.”

Di pinggir jalan, kita tenangkan hati sejenak. Dan kebetulan saja, seperti jodoh saja, ketika mbayar dan bertanya arah pulang. Ada seorang pembeli yang nimbrung percakapan.

“Kemana mas ?”

“Ke Maskumambang Pak.”

“Oh..saya juga mau ke arah yang sama. Tak barengi saja kalau kesasar.”

Syukurlah, kita terselamatkan juga. Dan endingnya kamu kapok jika bepergian cuman berdua saja. Takut kesasar lagi. Agak geli memang mengingatnya, tapi jauh disana, kau pasti punya cerita baru yang lebih indah kau ceritakan dalam suratmu.

Dalam sebuah pesan pendek kutulis “..kutunggu ceritamu” .

Penulis: Sukarto

Berita Terkait

Sukartono

Sukartono

Mahasiswa Program Studi Matematika Fakultas Sains dan Teknologi Angkatan 2012