Proteomik Sebagai Tool dalam Pembuatan Vaksin Emerging dan Re-Emerging Disease

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
PENYAKIT demam berdarah, salah satu penyakit emerging yang masih memiliki prevalensi tinggi dan belum terpecahkan hingga kini. (Foto: Istimewa)
PENYAKIT demam berdarah, salah satu penyakit emerging yang masih memiliki prevalensi tinggi dan belum terpecahkan hingga kini. (Foto: Istimewa)

SEJAK awal Abad ke-21, dunia kedokteran telah mengalami banyak revolusi, khususnya pada aspek epidemiologi molekular. Salah satu penemuan yang menjadi tonggak kemajuan ilmu medis tersebut adalah genomik.

Perlu diketahui bahwa genomik merupakan salah satu teknik biologi molekular yang dikembangkan dari teori ekspresi, regulasi, dan struktur gen dalam tubuh manusia. Seiring dengan berjalannya waktu, genomik dirasa masih kurang mampu menjawab proses kompleks dalam tubuh manusia yang terdiri atas kurang lebih 100.000 gen. Padahal, setiap gen dapat menghasilkan lebih dari satu jenis protein dengan fungsi yang beragam.

Kombinasi jenis protein yang berbeda itu juga akan menghasilkan fungsi yang berbeda pula. Dalam hal ini, genomik tidak bisa digunakan untuk memprediksi stuktur dan properti dinamis dari semua rangkaian protein tersebut. Oleh karena itu, muncullah istilah proteomik yang secara khusus mempelajari tentang struktur dan fungsi protein.

Penelitian yang dilakukan oleh Akhter J Dkk pada tahun 2009 menyebutkan bahwa proteomic sangat bermanfaat dalam kedokteran klinis, yaitu untuk uji diagnostik dan prognosis, identifikasi target terapeutik, serta terapi penyakit tertentu.

Indonesia merupakan negara yang terletak di wilayah tropis. Ini dibuktikan dengan salah satu propinsinya yang terletak di daerah khatulistiwa. Indonesia juga dikenal sebagai negara yang memiliki mega biodiversitas flora dan fauna terbesar di dunia, tak terkecuali dengan penyakit.

Penyakit di Indonesia sebagai negara tropis memiliki spesifikasi dibandingkan dengan negara-negara lain yang memiliki empat musim. Penyakit seperti demam berdarah, malaria, kusta, filariasis, diare, TBC, flu burung, merupakan penyakit emerging dan re-emerging yang masih memiliki prevalensi atau angka kesakitan yang tinggi dan belum terpecahkan sampai dengan saat ini.

Penggunaan proteomik dalam vaksin emerging dan re-emerging khususnya flu burung (merupakan salah satu penyakit yang memiliki daya bunuh sangat cepat dan menempatkan Indonesia menjadi negara nomor satu korban manusia dengan jumlah terbanyak di dunia), dan itu telah dibuktikan.

Penelitian tersebut antara lain adalah telah ditemukannya protein yang bereaksi antara virus H5N1 di lapangan dengan vaksin flu burung homolog dan heterolog. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Qosimah (2008), virus H5N1 yang berada di lapangan dapat digunakan untuk mengetahui reaksi vaksin H5N1 homolog dan heterolog berdasarkan ekspresi protein.

Hasil penelitian lain yang berkaitan dengan proteomik dan vaksin Influenza, khususnya flu burung, adalah penelitian yang dilakukan oleh Hayati (2012) yang menemukan bahwa unggas yang telah divaksin dengan menggunakan vaksin flu burung memiliki ekspresi protein berbeda dengan isolate asli flu burung. Ini memberikan sinyal bahwa berdasarkan analisis proteomik, virus yang dikeluarkan dari hospes pasca vaksinasi telah terjadi perubahaan bentuk atau mutasi.

Selain dua penelitian diatas, proteomik yang berkaitan dengan vaskin influenza, khususnya flu burung, adalah penelitian yang dilakukan oleh Alamudi (2013). Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa vaksin Influenza, khususnya flu burung, memiliki jalur berbeda di dalam memberikan perlindungan terhadap infeksi flu burung dari lapangan berdasarkan proteomik. Infeksi virus flu burung yang berasal dari unggas pada hospes akan menginduksi timbulnya apoptosis dan inflamasi.

Hal ini berbeda dengan ketika infeksi virus flu burung berasal dari manusia. Berdasarkan ekspresi protein atau proteomik, ketika terjadi infeksi pasca vaksinasi, hospes tidak hanya memberikan respon timbulnya apoptosis dan inflamasi, namun akan memicu timbulnya mekanisme penghambatan terhadap pembentukan virion baru dan penyebaran progeni virus antar sel.

Dari hasil pemaparan diatas, diharapkan memunculkan penemuan-penemuan baru dengan menggunakan bidang proteomic, khususnya dalam bidang pembuatan vaksin penyakit emerging dan re-emerging seperti demam berdarah, malaria, filariasis, TBC. (*)

Editor: Bambang Bes

Berita Terkait

Yusuf Alamudi

Yusuf Alamudi

Penulis adalah Alumni Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, kini menjadi Ketua Alumni S2 Ilmu Kedokteran Tropis Universitas Airlangga.