UNAIR NEWS – “Kalau disamping menjalani perkuliahan, kalian mempunyai hobi atau passion (kesukaan terhadap sesuatu yang tidak bosan untuk dilakukan – Red), hendaknya juga ditekuni dan dimaksimalkan. Jadi jangan hanya njalanin yang akademik, misalnya kutu-buku, tetapi yang softskill juga perlu,” kata Risky Aprillian, mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) angkatan 2011 yang kini sedang menempuh jenjang Professi Dokter Hewan.
Risky memberi masukan kepada sesama mahasiswa seperti itu, karena seperti sukses softskill yang ia lakukan hingga banyak orang sering menyapanya sebagai chef. Hal itu ia sampaikan usai melakukan demonstrasi masak dalam meramaikan Indonesia Research and Innovation Expo (IRIEx) 2016, di Airlangga Convention Center, Jumat (11/11).
Seperti diketahui, Risky tidak sia-sia harus mengambil cuti kulian untuk mengejar passion yang dirintis sejak SD: menjadi chef. Ia cuti kuliah untuk mengikuti Master Cheff Indonesia edisi IV dan berhasil lolos hingga masuk enam besar dari ratusan pesertanya. Setelah posisinya itu, Risky sering diundang untuk melakukan demo masak. Seperti kemarin ia mendemokan masakan khas Italia, satu diantaranya roti dengan tiramisu.
“Cuti kuliah yang diambil Risky bukan sembarangan cuti, memang waktu untuk menyelesaikan kuliahnya agak lama, tetapi tidak sia-sia. Dari cuti itu Risky mendapat banyak hal sangat positif dalam passion-nya. Dan satu hal lagi, laki-laki bisa masak itu keren banget,” komentar Dr. Rimayanti, drh., M.Kes., dosen FKH, Sie Acara IRIEx 2016.


Dr. Rimayanti juga membenarkan saran Risky tersebut. Karena seyogyanya mahasiswa tidak hanya menguasai hal-hal yang akademis, “kupu-kupu” (kuliah pulang-kuliah pulang), sehingga ekstra kurikuler sebaiknya juga bisa berjalan, karena bagi mahasiswa, soft skill tertentu juga penting untuk dikuasai. Pada Risky, menjadi chef adalah passion-nya dengan tidak meninggalkan akademiknya sebagai dokter hewan.


Risky, laki-laki yang kini juga tercatat sebagai asisten dosen di jurusan patologi di FKH UNAIR ini, mengaku menyukai “pekerjaan dapur” ini sejak kelas II Sekolah Dasar (SD). Waktu itu ia ingat kala membuat Ote-ote, makanan tradisional khas Surabaya ini. Selain itu ia juga rajin membantu ibunya kala memasak, hingga menguasai beberapa masakah khas Indonesia.
”Dari kesukaan masa kecil dan ternyata menyenangkan itu, akhirnya lama-lama kebawa sampai sekarang,” kata Risky, yang lebih suka membuat hidangan penutup (dessert), yaitu hidangan yang disajikan setelah hidangan utama (main course). Hidangan penutup itu malah ada yang menyebut dengan istilah pencuci mulut. (*)
Penulis: Bambang Bes